Webinar

Jakarta, Mahasiswa/i Program Studi Hubungan Internasional 2019, dalam mata kuliah Metodologi Penelitian Sosial (MPS) telah melaksanakan kegiatan webinar dengan tema “Menjaga Keberlangsungan SDGs di Indonesia: Isu dan Fenomena Sosial Kontemporer”. Dalam membahas tema tersebut acara ini turut menghadirkan  sejumlah pembicara, yaitu Ella Fitriani selaku dosen Program Studi Pendidikan Kimian UNJ, Refa Lina Tiawati selaku Pengajar BIPA, Nurul Fadhilah Khair selaku Clinical Psychologist, Joshua Iwan Wahyudi selaku Emotional Intelligence Specialist, F.X. Gian Tue Mali selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia, dan Theresia Kurniaty selaku dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan.

Acara Webinar ini dimulai Pukul 12.30 WIB melalui zoom dan live streaming youtube SEMA FISIPOL UKI.  Webinar dibuka dengan sambutan oleh Dr. Verdinand Robertua, M.Soc, Sc selaku Wakil Dekan Fisipol UKI dan sekaligus dosen pengampu MPS. Acara dipandu oleh host yaitu Monica Sianipar dan moderator, Serly Merlian Regina Lende Bulu. 

Isu dan fenomena sosial yang terjadi saat ini merupakan salah satu topik penelitian mahasiswa dalam mata kuliah Metodologi Penelitian Sosial. Isu tersebut dimulai dari, Sistem Pembelajaran Jarak Jauh, Program BIPA, Isu Kesehatan Mental di tengah pandemi, Dampak Dating Apps, Diplomasi Digital, hingga Analisa penyalahgunaan trotoar. 

Sesi pemaparan pertama dibawakan oleh Ella Fitriani dengan mengangkat topik bahasan tentang dinamika pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi. Ia mengatakan bahwa pembelajaran jarak jauh tidak berdampak pada kalangan pelajar saja. Baginya, era perkebangan teknologi saat ini sangat banyak platform media seperti aplikasi untuk menunjang PJJ dan tentu semuanya memiliki keunggulan masing-masing. Namun, dalam menginplementasikan hal tersebut Sistem Pembelajaran Jarak Jauh menjadi isu terberat bagi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh ketidakmerataan pembangunan di bidang pendidikan dan sarana penunjang, seperti jangkauan jaringan internet di pelosok Indonesia. Selain itu, dia juga memaparkan pelajar menengah ke bawah yang tidak memiliki media pembelajaran seperti; laptop dan handphone. Tentunya pelajar yang  tidak memiliki laptop, handphone menjadi tantangan baru  bagi para guru dalam mengevaluasi peserta didik.  Di samping itu, Ella Fitriani sangat mengkhawatirkan bahwa isu ini akan menjadi salah satu penghambat pembangunan SDGs di Indonesia apabila tidak ditangani secara serius. 

Sesi pemaparan kedua dibawakan oleh Refa Lina Tiawati. Melihat tema dalam webinar ini ia mengangkat topik pembahasan tentang program BIPA. Refa Lina menjelaskan bagaimana proses berjalanya  program BIPA. Ia menegaskan bahwa program BIPA dapat mendorong kemajuan di Indonesia. Program ini dapat membantu orang yang memiliki kepentingan di Indonesia. Lebih jauh lagi ia menjelaskan secara detail bagaimana  BIPA itu tidak hanya mempelajari bahasa Indonesia. Dalam  penjelasan yang ia berikan Refa Lina menyatakan bahwa untuk mempelajari bahasa Indonesia, orang asing yang mempelajarinya harus memahami budaya Indonesia, mulai dari suku, ras, dan etnis Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa program BIPA merupakan salah satu bentuk diplomasi budaya Indonesia yang berhasil. Bagaimanapun juga, program ini mengalami tantangan di masa pandemi, mulai dari menurunnya tingkat pelajar, dan sistem PJJ. 

Setelah mengikuti kedua sesi yang membahas isu pendidikan, pada sesi ketiga dan keempat ini peserta diajak untuk memahami isu kesehatan mental dan psikologis di masa pandemi. Nurul Fadhilah Khair sebagai pembicara ketiga memaparkan isu kesehatan mental di tengah pandemic. Walaupun dalam ToR disebutkan bahwa pembicara ketiga membahas isu kesehatan mental ibu, namun pembicara ketiga memaparkan materi dengan sangat baik. Ia memaparkan bahwa kesehatan mental ditengah pandemi merupakan isu yang serius. Nurul Fadhilah menganggap bahwa tidak hanya ibu yang mengalami gangguan kesehatan mental melainkan seluruh kalangan akan terancam kesehatan mentalnya di tengah pandemi ini. Nurul Fadhilah Kahir lebih menjelaskan bagaimana seluruh peserta menghadapi ancaman rusaknya kesehatan mental. Mulai dari berpikir positif, merubah pola pikir, dan banyak tips menjaga kesehatan mental yang bermanfaat. Isu kesehatan mental akan menjadi ancaman besar kehidupan sosial masyarakat apabila tidak dicegah, terlebih lagi apabila tidak ada edukasi akan pentingnya menjaga kesehatan mental.

Setelah mengikuti kedua sesi yang membahas isu pendidikan, pada sesi ketiga dan keempat ini peserta diajak untuk memahami isu kesehatan mental dan psikologis di masa pandemi. Nurul Fadhilah Khair sebagai pembicara ketiga memaparkan isu kesehatan mental di tengah pandemic. Walaupun dalam ToR disebutkan bahwa pembicara ketiga membahas isu kesehatan mental ibu, namun pembicara ketiga memaparkan materi dengan sangat baik. Ia memaparkan bahwa kesehatan mental ditengah pandemi merupakan isu yang serius. Nurul Fadhilah menganggap bahwa tidak hanya ibu yang mengalami gangguan kesehatan mental melainkan seluruh kalangan akan terancam kesehatan mentalnya di tengah pandemi ini. Nurul Fadhilah Kahir lebih menjelaskan bagaimana seluruh peserta menghadapi ancaman rusaknya kesehatan mental. Mulai dari berpikir positif, merubah pola pikir, dan banyak tips menjaga kesehatan mental yang bermanfaat. Isu kesehatan mental akan menjadi ancaman besar kehidupan sosial masyarakat apabila tidak dicegah, terlebih lagi apabila tidak ada edukasi akan pentingnya menjaga kesehatan mental.

Sesi  keempat pemaparan materi dibawakan oleh Joshua Iwan Wahyudi, ia mengangkat topik yang berkenaan dengan isu psikologi dan kesehatan mental. Namun, Joshua Iwan Wahyudi lebih mengaitkan pembahasan psikolgis dan kesehatan mental dengan dating apps. Dalam pemaparannya, ia menyatakan bahwa dating apps di Indonesia sangat rentan menimbulkan peluang untuk melakukan tindakan kriminal seperti acaman/ teror dan aksi penipuan. Dalam hal ini, dating apps digunakan tidak sepantasnya dan tidak sesuai dengan ketentuan dari aplikasi serta aturan hukum terkait. Joshua menganggap bahwa dating apps yang digunakan dengan tidak bijak akan mempengaruhi psikis dan merusak mental pengguna. Ia menjelaskan apa saja yang menjadi dampak psikis dari penggunaan dating apps yang tidak bijak. Pertama, tidak menjadi diri sendiri, kedua, mulai membandingkan diri, ketiga, memunculkan rasa tidak aman, dan yang terakhir, tidak memiliki alasan yang masuk akal dalam menjalani hubungan percintaan. Isu kesehatan mental dan psikologis yang dibawakan oleh Nurul Fadhilah dan Joshua Iwan sungguh luar biasa dengan membuka pola pikir peserta kedepannya untuk tetap dapat membagikan betapa pentingnya kondisi psikolgi dan mental untuk mencapai pembangunan dan kemajuan SDGs di Indonesia. 

Kemudian di sesi kelima dan keterakhir, dua isu sosial yang dibahas adalah seputar fasilitas publik dan diplomasi digital. Pada sesi kelima yang dibawakan oleh F.X Gian Tue Mali, membahas Fasilitas publik yakni trotoar. F.X Gian Tue Mali menyampaikan bahwa untuk menjaga keberlangsungan SDGs di Indonesia, isu kecil seperti ini harus mendapat perhatian. Dalam pemaparanya, ia  menjelaskan bahwa trotoar adalah cara ampuh untuk menghilangkan polusi udara, menjaga lingkungan, dan menyehatkan orang. Namun, ia juga menjelaskan bahwa hal itu sulit terjadi mengingat regulasi di Indonesia tidak jelas, selain itu ia menyatakan bahwa tidak ada perumusan kebijakan mengenai isu ini. Walaupun demikian, ia tetap menjelaskan bahwa solusi yang harus dijalani adalah, penegakan izin usaha, penurunan produksi kendaraan pribadi, dan pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia guna mencegah terjadinya urbanisasi.

Selain itu, juga dipaparkan oleh Theresia Kurniaty mengenai diplomasi digital. Dalam pemaparanya yang singkat, ia menyatakan bahwa Indonesia sudah siap menjalankan diplomasi digital. Dalam hal ini, yang menjalankan diplomasi digital adalah Presiden Republik Indonesia yaitu Joko Widodo. Walaupun ketika membahas tentang diplomasi itu adalah tugas Kementrian Luar Negeri, namun Theresia Kurniaty menganggap Joko Widodo adalah citra diplomasi digital Indonesia yang siap. Dalam pemaparannya, ia memberi contoh bagaimana Joko Widodo membuat log bersama Raja Salman dari Arab Saudi dalam jamuan makan di Istana Kepresidenan RI. Dalam pandangan Theresia Kurniaty, diplomasi digital Jokowi melalui konten Youtube bersama Raja Salman, dapat membuka mata publik dan mengedukasi masyarakat internasinal bahwa Indonesia dan Arab Saudi memiliki hubungan diplomatic yang baik. 

Peserta dalam webinar ini sangat antusias dalam mendegarkan serta memberikan respon yang sangat baik. Hal ini dibuktikan  dengan mengajukan pertanyaan kepada pembicara. Di samping itu, adapun tujuan dilaksanakannya acara ini adalah untuk menambah dan memperkaya hasil penelitian mahasiswa yang ditulis dalam bentuk buku serta memperluas pola pikir peserta dan mahasiswa dalam memahami pentingnya isu sosial yang berkembang di tengah masyarakat khususnya di masa pandemi global.

 

Share this Post

DAFTAR BROSUR BEASISWA ID | EN